Cari Blog Ini

Minggu, 08 Mei 2011

(jilid IV) GEORGE NOVACK SEJARAH INTERNASIONAL PERTAMA DAN INTERNASIONAL KEDUA

Bab IV : Perang Dunia Pertama dan Keruntuhan Internasional

Pada bulan Oktober 1912 Montenegro menyatakan perang terhadap Turki, yang tak lama kemudian menjalar ke seluruh wilayah Balkan. Bau aroma mesiu sudah tercium sampai ke Eropa, dan hanya di butukan sedikit percikan api untuk membuatnya meledaknya. Kantor pusat Internasional segera me rancang rapat-rapat anti perang, dan mempersiapkan KLB ( Kongres Luar Biasa) sosialis Internasional yang akan di selenggarakan di Basle pada tanggal 24-25 November 1912.

Sungguhpun dipisahkan dalam jangka waktu yang kurang dari satu bulan, kongres tersebut dihadiri tidak kurang dari 555 delegasi dari 23 negeri Kongres yang juga bertujuan sebagai ajang 'unjuk gigi' soliudaritas klas buruh internasional, dalam mengantisipasi ancaman perang yang akan segera menjalar. Pada hari kedua kongres, para delegasi secara bulat telah menandatangani manifesto yang telah dirancang kantor pusat.

Manifesto Basle-lah untuk pertama kalinya mengumandangkan bahwa- perang Eropa yang akan segera menjelang - pada hakikatnya berwatak imprealis. Manifesto Basle juga mengukuhkan posisi prinsipil perjuangan kaum buruh berkenaan dengan persoalan peperangan, yang telah di tetapkan kongrews-kongres interrnasional kedua di Stuttgart (1907) dan Copenhagen (1910). Manifesto Basle juga menggarisbawahi peluang revolusi sosial yang dapat meletus menyusul pecahnya perang.. Dengan mengambil contoh-contoh sperti pemberontakan Komune Paris yang meletus menyusul perang Perancis- Prussia (Jerman) tahun 1871, juga revolusi 1905 di Rusia selama perang Rusia Jepang. Manifesto tersebut antara lain juga menyatakan bahwa "Adalah suatu ketololan yang luar biasa, bila pemerintah-pemerintah yang berkuasa saat ini tidak menyadari luar biasanya ancaman perang dunia… yang dapat dengan mudah memicu revolusi klas buruh" (Landauer, sosialisme Eropa, halaman 495).

Lenin dan perwakilan-perwakilan kaum bolshevik lainnya pada kongres Basle ini 'sangat puas' dengan resolusi tersebut . Lenin dan kawan-kawan manifesto Basle ini sebagai pernyataan penting tentang sikap kaum marxis dalam menghadapi perang kaum imprealis. Sungguhpun demikian Lenin sendiri menyadari bahwa kata-kata/ pernyataan belaka, tidaklah boleh disamakan bobotnya dengan tindakan-tindakan konkrit/aksi. Lenin menyadari betul tentang kecendrungan patriotik (nasionalis) dan arus oportunisme yang sedang berkembang di dalam internasional kedua. Menurut Zinoviev, setelah selesai membaca manifesto Basle tersebut Lenin berkata. "Mereka telah memberikan kita catatan-catatan yang menjanjikan, mari kita lihat seberapa besar usaha mereka untuk mencapainya".

Catatan yang menjanjikan tersebut di uji pada bulan Juli 1914 kaetika Austria dan Hungaria menyampaikan ultimatum kepada Serbia. Anggota-anggota internasional kedua langsung mananggapi krisis ini, dengan mengacu pada ketetapan pertama resolusi stuttgart (1907) , yang berbunyi : "Bila sebuah perang nampaknyua akan meletus, adalah tugas klas-klas buruh … dan seterusnya … untuk mencurahkan dukungan… dengan mengerahkan segenap upaya dalam mencegah meletusnya perang".

Pada tanggal 19 juli 1914, sementara pasukan tentara Austria sedang bergerak di Belgrade ; Kantor pusat sosialis Internasional menggelar demonstrasi anti perang besar-besaran di Jerman, Austria, Italia, Perancis dan Belgia. Demonstrasi besar-besaran itu di pindah ke Wina pada 23 Agustus 1914, dan kemudian pindah ke Paris pada 9 agustus. Dua hari kemudian Partai Sosialis Jerman mencanangkan Manifesto, yang mendesak agar pemerintah Jerman tidak perlu ikut-ikutan dalam perang yang mengerikan" tersebut. Partai Sosialis Jerman juga menggelar rapat-rapat akbar untuk perdamaian, yang dihadiri jutaan kaum buruh. Pada hari di mana Jerman mengumumkan perang terhadap Rusia … Herman Muellle yang telah menjanjikan bahwa partainya sama sekali tidak akan mentokong peperangan, di kirim ke Paris. Sehari sebelumnya Jean James pimpinan sosialis Perancis terbunuh oleh seorang nasionalis fanatik

Di tengah hawa patriotik untuk membela tanah air yang menjalar ke seluruh penjuru negeri, pimpinan-pimpinan partai sosialis demokrasi nampaknya terlalu optimis … bahwa aksi-aksi dan tekanan yang mereka berikan, akan dapat memaksa pemerintah-pemerintah untuk menunda rencana perang mereka. Sejarah menunjukan bahwa sungguhpun aksi-aksi demonstrasi massal mendapatkan perhatian juga dari pemerintahan negeri-negeri imprealis ; namun kepentingan yang lebih besar di antara kekuatan-kekuatan imprealsi (untuk memperluas cakupan kekuasaannya), membuat mereka tidak kuasa menahan diri.

Setelah gagal untuk mencegah meletusnya peperangan di anttara kekuatan-kekuatan imprealis; Kantor pusat dan anggota-anggota Internasional kedua kemudian menimbang-nimbang momnen dan cara yang paling tepat untuk mengemban tugas kedua yang di tetapkan oleh Resolusi Stuttgart: " Bila peperangan tersebut nampaknya tidak dapat di cegah dengan cara apapun juga… maka, dalam rangka untuk mendorong terjadinya percepatan… memanfaatkan krisis ekonomi dan politik (yang diciptakan oleh peperangan) untuk membangkitkan massa rakyat, agar mamacu kejatuhan kekuasaan klas kapitalis".

Inilah saat yang genting bagi persaudaraan internasionalisme klas proletar untuk menguji dirinya sendiri. Menguji kapasitas anggota-anggota dan partai-partai yang tergabung di dalamnya, untuk mengatasi tekanan-tekanan kaum bojuis. Pada titik inilah kaum revolusionis sejati akan dapat di bedakan dengan kaum peng-ekor/pem-bebek, yang dapat dengan segera mengubah-ngubah prinsipnya sendiri. Seperti halnya dewasa ini --peperangan dan revolusi menyediakan batu penjuru-- yang dapat membedakan kaum Marxis sejati.

Namun kesatuan dan kebulatan tekad yang di pertunjukan oleh kaum sosialis dari berbagai negeri untuk mencegah meletusnya perang ; di kacaukan oleh seruan-seruan untuk segera melakukan mobilisasi (wajib militer). Seruan-seruan wajib militer dengan dalih menyelematkan "tanah air tercinta" ternyata di sambut oleh mayoritas massa. Sedemikian rupa sehingga begitu memukul solidaritas sosial Internasional.

Peperangan ternyata memecah Imternasional menjadi tiga pengelompokan yang berbeda ; Kaum sayap kanan, kaum tengah, kaum kiri. Kecendrungan-kecendrungan yang telah menjalar dalam periode -periode sebelumnya, ternyata semakin di percepat akibat peperangan. Dalam manifesto pertamanya yang di keluarkan pada bulan nopember 1914, kaum Bolshevik menuding para penganjur nasionalsime (dengan dalih-dal;ih "patriotoknya") , hanya sekedar mencari-cari alibi … bagi jalur oportunis yang telah mereka tempuh dan khotbahkan selama tahun-tahun terakhir ini.

"Mereka mengatakan bahwa keruntuhan Internasional Kedua --adalah keruntuhan yang telah di picu oleh oportunisme-- yang tumbuh dengan subur selama periode sejarah (yang di sebut sebagai "masa terang dan tanpa gejolak") … masa-masa yang kini telah lewat ; namun selama tahun-tahun terakhir ini, praktis telah mendominasi Internasional Kedua. Kaum oportunis memang telah lama mempersipkan landasan bagi keruntuhan ini; dengan menolak revolusi sosialis dan menggantikannya dengan reformasi borjuis. Dengan menentang perjuangan klas (yang pada titik tertentu secara tak terjhindarkan akan berubah menjadi perang saudara) … dan dengan menganjurkan kolaborasi klas, maupun dengan meyerukan nasionalisme borjuis (dengan topang/selubung 'patriotisme' untuk membela tanah air)… Atau dengan menolak kebenaran fundamental atas sosialisme ( yang telah sekian lama termaktubkan dalam Manifesto Komunis) ; " Bahwa kaum buruh tidak memiliki tanah air". Denagan membatasi diri mereka pada cara pandang orang-orang murtad, dan bukanya menyadari keharusan untuk mengemban perang revolusiner yang sesungguhnya bagi kaum buruh sedunia, dengan melawan borjuasoi di seluruh permukaan bumi ini… Akhirnya juga dengan terlalu mendewa-dewakan penggunaan parlementarisme borjuis … sedemikian rupa sehingga melupakan bahwa bentuki-bentuk ilegal dari organisasi dan propaganda adalah sebuah keharusan, di masa-masa krisis". (Lenin, Karya-Karya Terkoleksi Lanin, Volume 21, halaman 32).

Tidaklah mengherankan bahwa mayoritas partai dan pimpinan-pimpinannya kemudian membuat manuver 'banting setir, peperangan yang telah mereka nyatakan pada bulan juli sebagai "agresi antar kekuatan-kekuatan imprealis ". Tidak sampai satu bulan kemudian pada bulan Agustus, mereka menjilat ludah mereka sendiri, dengan mencanangkan perang sebagai upaya pembelaan bangsa secara umum.

Partai sosial demokrasi Jerman menyerukan "pembelaan bangsa" dalam menghadapi Rusia. Seturut sikap partai, anggota-anggota sosialis demokrasi di parlemen (reichstag), memberikan suara mereka untuk mendukung pernyataan perang negeri Jerman pada tanggal 4 Agustus 1914. Baru saja pada malam sebelumnya tanggal 3 agustus pada rapat fraksi di parlemen di adakan pemungutan suara. Dan hasilnya adalah 14 banding 110. Hanya sekali suara yang menentang posisi partai untuk menolak dukungan terhadap perang. Termasuk di antaranya adalah Haase, pimpinan kaum tengah dan Liebknecht pimpinan kaum sayap kiri. Betapapun sehari kemudian pada pertemuan 4 agustus di Reichstag, Haase mewnyampaikan pernyataan yang sama sekali bertolak belakang. Haase menggambarkan perang sebagai sebuah "fakta suram yang tak bisa dielakkan" dan dengan demikian "menolak untuk meninggalkan tanah air dalam ancaman mara bahaya dan teror yang di akibatkan negeri Belgia, yang saat itu sedang di serang dan hampir di duduki oleh Jerman.

Di Belgia sendiri kaum sosialis dan pimpinan-pimpinan serikat buruhg berhimpundan meyatakan dukungan mereka pada raja Albert. Bahkan Vandervelde sendiri, kepala kantor Pusat Sosialis Internasional, menyatakan kesediaannya menjadi menteri dalam kabinet perang raja Albert!. Di Perancis bukan saja kaum sosialis, bahkan kaum sindikalis (yang secara teoritis menolak segala bentuk pemerintahan) kali ini bangkit mendukung pemerintah Perancis. Rupanya sebuah "serikat suci" yang meliputi segenap kelompok maupun partai untuk membela "la patrie " (tanah air) telah di kumandangkan.

Di Inggris pada tanggfal 1 sampai dengan 2 Agustus 1914 memang di selenggarakan rapat-rapat akbar uyntuk "menghentikan peperangan" , yang di prakarsai oleh kaum sosialis dan partai Buruh. Namun hanya beberapa hari kemudian Partai Buruh dan Kongres Serikat-serikat Buruh memberikan dukungan penuihnya kepada pemerintahan perang. Memang masih ada juga kecendrungan pasifis (yang pasif /menolak segala bentuk kekerasan) yang di kampanyekan oleh Ramsay Mac Donald ( yang keluar dari jabatannya sebagai ketua Partai Buruh), ataupun juga oleh Partai Buruh Independen … bersama-sama dengan kelompok-kelompokj kecil kaum sosialis, yang meneruskan upaya-upaya penentangan perang. Namun jumlahnya memang sedikit. Hal-hal yang sama juga terjadi di Austria dan Hungaria.

Dengan cara seperti inilah partai-partai yang tadinya sangat berbobot tersebut jatuh ke dalam oportunisme (lewat dalih patriotisme) . Melepaskan prinsip perjuangan klas demi pembelaan tanah air dan persatuan nasional. Tunduk pada para penguasa/ tuan-tuan kapitalis dan menghianati sosialisme. Tindakan-tindakan yang memalukan ini manandai keruntuhan internasional kedua, tidak hanya secara organisasional (karena pengaturan dalam peperangan melarang berfungsinya Kantor pusat sosialis Internasional )namun terutama pada urusan-urusan politik yang menentukan (decisive polical sense) . Dengan demikian internasional kedua talah lalai menjalankan tugas-tugas (yang telah di perjanjikannya pada trahun 1912), yang harus di pertanggungjawabjkan oleh para pemimpinya di hadapan klas proletar. Penghianatan yang oprtunistik atas sosialisme sedemikian menodai dan mendiskreditakan Internasional kedua, sehingga citra dan kekuatannya tidak pernah bisa di pulihkan lagi (seperti masa sebelum perang).

Sikap yang selalu berubah-rubah dari pimpinan-pimpinan kaum tangah sepereti Haase dan Kautsky mewngenai persoalan perang, ada;lah sebuah ciri yang manandai watak mereka yang tidak teguh (sepanjang karir politik mereka) . Lewmnin menggambarjkan kaum tengah sebagai orang-orang yang di bimbangkan oleh pilihan untuk menjadi chauvinis -sosial atau atau internasional sejati. Pada bulan April 1917 Lenin menuliskan:
"Kaum 'tengah' senantiasa bersumpah dan mengikrarkan bahwa bahwa diri mereka adalah marxis dan internasionalis sejati, bahwa mereka selalu cinta damai dan tak ragu-ragu untuk melakukan segala 'tekanan' terhadap pemerintah… Lewat 'tuntutan-tuntutan mereka ' agar pemerintah'memastikan kelangsungan perdamaian yang di kehendaki rakyat'. Bahwa dalam kecintaan mereka terhadap perdamaian mereka menentang segala bentuk aneksasi (pencaplokan wilayah/negeri tertentu) , dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya… singkatnya kaum tengah senantiasa berorienbtasi pada persatuan, kaum tengah senantiasa menentang segala pertengkaran dan perpecahan…"
 
" Inti dari persoalannya adalah bahwa kaum tengah tidak yakin pada keharusan jalan revolusioner dengan sepenuh hati , tidak pernah juga menyeruhkan revolusi dengan sungguh-sungguh. Sehingga dalam rangka mengelakkan tanggung jawab tersebut mereka berlindung di balik jargon-jargon ultra kiri yang sudah usang".
"Kaum 'tengah' terdiri dari orang-orang yang terjangkit penyangkit legalis, sangat menyandarkan diri pada kecendrungan-kecendrungan parlementarian. Orang-orang yang sudah mulai terbiasa dengan tugas dan posisi-posisi yang 'empuk '. Secara ekonomi dan historis, mereka bukanlah orang-orang yang terpisah/tersendiri dari gerakan klas buruh. Namun dalam proses transisi dari tahapan yang sudah lampau (tahapan antara tahun 1871s/d 1914) ke tahapan yang baru, mereka hanya 'mandeg' atau jalan di tempat sajaSebagaimana yang kita ketahui, dalam tahapan antara tahun 1971-1914, adalah momen ketika pergerakan masih dalam tahap merangkak; tumbuh dan bertahan dalam kerja-kerja organisasional yang masih seadanya. Namun dengan pecahnya pertarungan antara kekuatan imperealis dalam perang dunia pertama … sampailah kita pada tahapan baru, yang seharusnya merupakan pintu gerbang bagi era revolusi sosial (Karya-Karya Terkoleksi Lenin, Volume 24, halaman 76-77).

Namun betapapun perlu di catat bahwa tidak semua partai sosialis mendukung peperangan, dengan mengabaikan amanat yang di serukan oleh resolusi Basle. Ada dua pengecualian yang mencolok di Eropa. Di Rusia, perwakilan-perwakilan sosial demokratik, yakni kaum Bolshevik dan Menshevik keduanya menolak peperangan. Di Serbia, invasi(penyerbuan) Austria dan Hungaria, membuat sukarnya menolak teori pembelaan diri. Namun orang-orang Sosial Demokrat Serbia (tidak seperti rekan-rekannya di Perancis dan Belgia), merekaa dengan tegas menolak segala dukungan terhadap rejim borjuasi. Mereka bersikukuh dengan menegaskan bahwa invasi (penyerbuan) Perancis dan Belgia, tidaklah cukup untuk di jadikan alasan yang sah untuk meninggalkan prinsip-prinsip kaum sosialis.

Dalam pada itu, Lenin menggambarkan Internasionalisme sejati sebagai berikut:
 
Watak imternasionalisme di cirikan dengan penolakan total atas kecendrungan chauvinis-sosial ataupun sentrisme (yang di anut kaum tengah). Juga perjuangan revolusioner yang tak gentar melawan pemerintahan imprealis ataupun imprealis borjuasi negerinya sendiri. Prinsipnya adalah 'lawan kita yang utama sesungguhnya ada di rumah kita sendiri'. Para internasionalis sejati mengemban perlawanan yang keras terhadap ungkapan-ungkapan manis kaum pasifis sosial (kaum pasifis sosial adalah seorang 'sosialis di mulut' namun seorang pasifis borjuis dalam perbuatan; mereka adalah orang-orang yang memimpikan penciptaan perdamaian tanpa penyingkiran/penghapusan dominasi kapital). Mereka -- sekali lagi-- adalah orang-orang yang menentang segala dalih yang di kemukakan opleh orang-orang oportunis… dengan segala alasan-alasannya, berkilah bahwa penbcanangan revolusi sosialis proletarian, pada saat peperangan tersebut adalah tidak tepat, karena saatnya belum tiba, ataupun untuk singkatnya mereka mengeluarkan kesimpulan sepihak bahwa revolusi tidak dapat di lancarkan pada masa-masa perang (lihat Karya-Karya Terkoleksi, Lenin, Halaman 77-78).

Lenin menunjuk Karl Liebknecht sebagai contoh, yang di penjarakan oleh pemerintah. Karena dari tribun parlemen, secara terbuka menyerukan kepada kaum buruh maupun prajurit prajurit-- sebagai representasi arus revolusioner yang sedang melanda Jerman-- untuk berbalik; dan mengartahkan moncong senjatanya kepada pemerintah mereka sendiri. Lenin menambahkan (sambilmengutip kata-kata tajam Rosa Luxemburg) Bahwa kaum sosial demokrasi yang selebihnya … tidak lain dari pada 'mayat-mayat kaku yang menjijikan' (sementara Liebknecht sebagai anggota sekaligus pimpinan "kelompok separatis").

Kaum internasionalis yang paling konsisten dan berpandangan paling jauh ke depan adalah kaum Bolshevik yang di pimpinoelh Lenin. Namun anggota-anggota Bolshevik yang di buru-buru dan yang banyak berada di pengasingan menghadapi kesukaran/kendala dan tekanan-tekanan selama krisis peperangan ini. Komite Organisasi Luar Negeri (yang berfungsi sebagai kantor pusat perwakilan Bolshevik di luar Rusia), bermarkas di Paris. Komite inipun ternyata pecah. Dua anggota komite mendaftarkan diri sebagai anggota tentara Perancis, sementara selebuhnya mengundurkan diri. Jaringan yang seharusnya terjalin antara Komite Sentral Bolshevik di Rusia ; antara lain --Zinoviev-- anggota-anggota kantor Komite Sentral di luar negeri terputus.

Ketika Lenin dan Zinoviev berangkat dari Galicia ke Swiss pada permulaan perang. Mereka mengangkut semua yang masih tertinggal di sekretariat Komite Sentral Bolshevik di luar negeri.

Lenin bekerja keras untuk membangun kembali, menghidupkan lagi Sosial Demokrat (baca organ sentral Partai). Juga memperbarui kontak, jaringan-jaringan, seksi-seksi Bolshevik yang tercerai berai; mengupayakan penyelundupan literatur-literatur partai ke dalam Rusia dan menyerap informasi perkembangan terakhir di Rusia. Di atas segalanya, Lenin tak jemu-jemunya melancarkan polemik -- melawan kaum nasionalis/'patriotis' maupun kaum tengah -- tidak hanya di Rusia, tapi juga poada tingkatan internasional. Secara khusus Lenin memacu kebijakan Bolshevik, agar menolak keikutsertaan dalam perang.

Berikut ini adalah butir-butir pokok dari program yang di kedepankan oleh Lenin, pada bulan Oktober 1914 (dalam tulisannya, tentang perang dan sosial demokrasi di Rusia).
 
1. Peperangan pada hakikatnya adalah beradunya kekuatan imprealis dalam tapal batas masing-masing (batlefronts). Pertahanan/pembelaan tanah air tidak memiliki relevansi dalam agresi yang saling bertarung tersebut di atas.
 
2. "Adalah kewajiban dari segenap proletariat yang berkesadaran klas, untuk membela dfan mempertahankan solidaritas klasnya, juga untuk membela semangat internasionalisme, maup[un ketegaran sosialisnya… melawan chauvinime yang tak terkendalikan dari klik-klik 'Patriotik' Borjuis di seluruh dunia. Bila kaum buruh yang berkesadaran klas pada akhirnya 'angkat tangan' dari kewajiban ini… maka ini berarti bahwa mereka telah mencampakan aspirasi bagi demokrasi dan kebebasan; singkatnya mencampakan aspirasi sosialis diri mereka sendiri" (Karya-Karya Terkoleksi Lenin, Volume 21, Halaman 29).
 
3. Kaum oporutnis telah menghianati prinsip-prinsip sosialisme. Untuk itu perlawanan tanpa akhir harus di tujukan kepada mereka. Kaum oportunis tersebut adalah 'penghianat-penghianat keji yang paling membahayakan'. Kami memandang tidak ada lagi penyatuan ataupun perdamaian dengan mereka; sebagaimana yang di usulkan oleh kaum tengah.
 
4. Internasional yang lama( baca;internasional kedua)telahg gugur. Dan kita hanya perlu melakukan up[acara penguburan sekedarnya. Yang terpenting adalah, kita harusa belajar dari sebab-sebab keruntuhannya, dan segera bangkit untuk meletakkan pondasi/syarat-syaratbagi kelahiran internasional yang baru.
 
5. Musuh utama kita sesungguhnya ada di dalam rumah kita sendiri (baca; didalam negeri). Tugas mendesak dan strtegis bagi kita sesungguhnya adalah, untuk mengembalikan perang imprealis … menjadui perang kaum buruh bagi penggulingan yang revolusioner atas kapitalisme. Satu-satunya jalan bagi sosialisme dan perdamaian sejati adalah justru lewat akasi massa yang revolusioner.
 
Sungguhpun kemudian, Trotsky tidak lagi menjadi anggota Bolshevik, namun ia tetap menerima cara pandang di atas. Trotsky masih harus mengatasi sisa-sisa kecendrungan untuk 'rujukan' atau 'berbaik-baikan' kembali dengan kaum tengah Rusia, maupun untuk memformulasikan posisinya setegas dan stajam Lenin. Betapapun, ia memiliki cara pandang internasionalis dan masih berpegang kepadanya.

Dalam otobiografinya, Trotsky mengingat pemungutan suara pada tanggal 14 Agustus 1914, sebagai berikut: "Hari itu membekaskan salah satu kenangan yang paling tragis dalam hidupku" (Aku kira Lenin juga mengalami hal yang sama). Kemudian pada 9 agustus 1914 Trotsky kembali menulis di buku hariannya, "Jelaslah sudah bahwa persoalan yang menimpa kita di sini, bukanlah sekedar kekeliruan atau kesalahan akibat tindakan beberapa kaum oportunis … bukannya sekedar statemen (pernayataan) yang keliru dalam tribun di parlemen, ataupun sekedar pemungutan suara bagi penetapan anggaran belanja partai Sosial Demokrasi. Bukan pula di karenakan terobosan yang coba-coba di lakukan dengan militerisme Prancis, di mana beberapa pimpinan membelot menjadi petualang… Tidak. Persoalannya adalah tentang keruntuhan internasional, pada saat di mana tanggung jawab yang sepenuh-penuhnya justru sangat di butuhkan. Saat-saat ini di mana keseluruhan kerja-kerja terdahulu kita, masuk dalam persiapan " (dikutip dari Trotsky, My 
Life/Kehidupanku, halaman 238).

"Pada tanggal 11 Agustus 1914, "tulis Trotsky, "Aku manyatakan hal ini: 'hanya kebangkitan pergerakan yang berbobot setara dengan kondisi awal peperangan … yang akan memberikan syarat-syarat bagi penegakkan internasional yang baru. Tahun-tahun ke muka akan menjadi saksi bagi periode revolusi sosial" ( lihat, Kehidupanku)

Sementara kegagalan internasional telah di ketahui secara um,um oleh perwakilan-perwakilan dari arus/kecendrungan yang berbeda-beda tersebut tidak mempunyai kesepakatan tentang apa yang seharusnya mereka kerjakan. Kaum oportunis berkayikanan bahwa -- setelah peperangan usai, dan tanah air merka menang perang-- maka internasional akan kembali memutar roda kegiatannya. Sungguhpun konstalasi seluruh dunia telah tergeser, bahkan mengalami perubahan yang sangat besar akibat guncangan peperangan … dalam sudut pandang mereka, tidak ada hal-hal pokok yang benar-benar berubah; dan mereka sendiri siap untuk kembali ke cara-cara maupun sarana-sarana yang lama, ketika perdamaian sudah pulih.

Kaum tengah yang menyesuaikan diri dengan kaum oportunis, berusaha untuk menutup-nutupi keruntuhan internasional. Mereka bimbang, dan menolak untuk memutuskan hubungan sama sekali dengan kaum 'patriot' (nasionalis). Mereka terilusi dengan kemungkinan untuk membenahi internasional yang lama; dan tidak bersedia menanggung konsekuensi untuk membangun internasional dengan pondasi/landasan yang sama sekali baru.

Dalam berkilah tentang kegagalan internasional, Kautsky kemudian berdalih bahwa, " Internasional adalah alat/instrumen bagi perdamaian, dan bukannya bagi peperangan". Stalin menyatakan hal yang sama ketika ia mencampakan komintern pada tahun 1943. Bagi Marxis sejati -- betapapun-- internasional paling di perlukan keterlibatannya, bukan pada periode tenang dan tanpa gejolak … justru pada periode ketika antagonisme sosial maupun nasional mencapai titik puncaknya, justru ketika perang saidara, atau ketika kekuatan-kekuatan imprealis atau kolonial saling berperang.

Atau andil mereka yang brengsek, kaum internasionalis sejati tentulah menuntut kaum oportunis dengan kebijakan 'patriotik' -- nasionalnya; yang mengakibatkan keruntuhan internasional kedua. Kaum internasionalis sejati tak akan berkompromi dalam program maupun organisasi dengan agen-agen busuk borjuasi tersebut.

Sewlama tahun-tahun pertama peperangan, tiga pengelompokan tersebut (kiri, tengah, kanan) melakukan upaya-upaya untuk menyatukan bagian-bagian yang memisahkan diri dari sosial demokrasi (terutama sehiubungan dengan cara pandang dan posisi mereka secara umum) . Partai-partai sosialis Italia, Swiss, dan Amerika yang mewakili negeri-negeri netral … mnereka berusaha untuk menyerukan sebuah konfrensi bersama, tanpa hasil. Pertemuan kelompok-kelompok skandinavia pada januari 1915 untuk meraih titik temu juga berakhir sia-sia.

Konfrensi perempuan sosialis yang di adakan pada tanggal 26s/d 28 maaret 1915 di Berne, Swiss ; adalah konfreensi internasional kaum sosialis pertama, yang berhasio di selenggarakan setelah pecahnya perang. Kaum perempuan Bolshevik Rusia, bekerja sama dengan Clara Zetkin (Seorang pimpinan sosial demokrasi Jerman) mengambil inisiatif untuk menyelenggarkan konfrensi tersebut. Dalam konfrensi tersebut terjadi dua kubu perdebatan besar . mayoritas suara -- di sponsori oleh Zetkin-- mengutuk peperangan sebagai ajang kekuatan-kekuatan imprealis, dan menyerukan agar kaum buruh 'memperjuangkan perdamaian'. Akan tetapi tidakj ada kesimpulan final yang terakhir dari kubu ini. Sementara minoritas di kedepankan oleh kaum Bolshevik… yang menekankan bahwa mayoritas partai sosialis "telah menjadi penghianatdengan menggantikan sosialisme dengan nasionalisme". Sehingga mereka menyerukan agar kaum buruh berjuang untuk menumbangkan kapitalisme, dan menegakkan perdamaian lewat sosialisme.

Konfrensi anti perang kaum sosialis yang penting lagi adalah yang di selenggarakan pada bulan spetember 1915 di zimmerwald,Swiss. Konfrensi ini di hadiri oleh 42 delegasi, Trotsky termasuk di antaranya. Berikut ini adalah cuploikan tentang konfrensi tersebut:
 
Hari-hari penyelengaraan konfrensi tersebut yakni antara tanggal 5 s/d 8 September 1915, begitu dipenuhi dengan perdebatan yang keras. Lenin -- mewakili sayap revolusioner-- menghadapi sayap pasifis. (yang merupakan mayoritas dalam delegasi) … masing-masing pihak memaklumi kesulitan untuk menghasilkan manifesto bersama (yang rancangannya aku buat). Akhirnya redaksional manifesto yang di hasilkan ternyata jauh dari yang di harapkan oleh masing-masing pihak. Namuyn, betapapun itu adalah satu langkah maju ke muka. Dalam konfrensi itu Lenin berada di pihak kiri jauh. Ia berada di posisi yang minoritas dalam banyak perdebatan di kongres. Bahkan Lenin sendiri tidak mendapatkan dukungan mayirotas, di dalam sayap kiri tuan rumah/penyelenggara kongres (baca: kaum kiri di Zimmerwald, Swiss) . Aku sendiri, --walaupun secara formal tidak gabung dengannya -- namun punya banyak kesamaan dalam persoalan-persoalan pokok. Betapapun harus dicamkan bahwa di konfrensi inilah, Lenin memperkuat 'kuda-kuda' bagi kebangkitan kembali Internasional di masa yang akan datang. Di sebuah dusun pegunungan Swiss, ia meletakkan batu penjuru bagi Internasional yang revolusioner (Trotsky, Kehidupanku, Halaman 249-250).

Konfrensi berikutnya yang masih membahas persoalan yang sama, di selenggarakan pada bulan April tahun berikutnya (1916) ; di kota Kienthal, masih di Swiss, konfrensi tersebut menetapkan resolusi yang mengancam pasifisme dan sepak terjang kantor Pusat Sosialis Internasional. Konfrensi mencatat satu langkah maju berkenaan dengan pematokan/ garis batas yang tegas antara arus/kecendrungan yang berbeda-beda perihal persoalan peperangan. Perjuangan idiologi dan politik yang di emban oleh Lenin, trotsky dan Luxemburg maupun kawan-kawan sejawatnya, tercatat memiliki makna historis yang penting. Dalam tahun-tahun pertama perdebatan, mereka nampaknyaterdesak, terisolasi tanpa harapan …menggerutu dan mengecam di pojok forum … menyayangkan perihgal alur perklembangan ataupun rangkaian perjalanan yang di pilih/ di tempuh oleh sebagian terbesar orang-orang di muka bumi.

Betapapun mereka bertahan dengan tegar atas gagasan-gagasan yang mereka perjuangkan. Mereka juga optimis dengan kapasitas daya-penyembuhan-diri yang di miliki oleh kekuatan-kekuatan anti kapitalis; maupun dengan prospek atas revolusi sosial. Kekuatan mereka yang teguh, berasal dari wawasan teoritik perihal arah perkembangan kapitalisme, yang telah di sediakan oleh Marxisme. Dan juga dari pengalaman praktek mereka, dalam bergabung dengan kekuatan dan kapasitas perlawanan proletariat..yang disingkapkan (walaupun hanya sebentar) dalam revolusi 1905 dan pertarungan klas lainnya.

Semangat mereka di cerminbkan dengan sangat mengesankan dalam penutupan buku Trotsky yang berjudul Perihal Perang dan Internasionale (The War and The Interntional);
 
Kalaupun peperangan ternyata berkembang sedemikian rupa melampaui jangkauan yang dapat di kontrol oleh internasional kedua … maka konsekuensi langsungnyapun akan berbalik menghantam ; di luar kemampuan kontrol kaum borjuis di seluruh dunia. Kami kaum sosialis yang revolusioner tidak menghendaki peperangan, namun kami tidak jeri atau gentar atasnya. Kami tidak menyerah dan berputus asah aytas fakta keruntuhan internasional ( kedua ). Sejarah telah senantiasa meletakkannya kembali, pada posisi sebenarnya. Era revolusioner akan menumbuhkan kembali benih-benih berupa bentuk-bentuk baru organisasi, yang bermunculan dari "sumber-sumber mata air" yang tak pernah kering dari sosialisme proletariat. Bentuk-bentuk baru perjuangan akan setara dengan tugas-tugas baru yang tidak kalah besarnya, kami akan tetap menjaga kejernihan pikiran dan orientasi yang tak terpadamkan. Kami merasakan betul kekuatan-kekuatan kreatif hasir bersama kami, memberikan panduan bagi masa depan. Sudah hadir bersama-sama kami, bahkan lebih banyak dari yang nampak di permukaan. Esok akan menunjukan, bahwa kita lebih besar dari hari ini. Dan esok lusa, jutaan kawan akan bangkit, tegak bersama di bawah panji-panji kita. Jutaan kawan buruh -- bahkan setelah 67 tahun sejak kelahiran manifesto komunis -- akan bangkit berjuang. Seberat apapun tekanan yang akan menimpa … Mereka tidak akan kehilangan apa-apa, selain mata rantai yang membelenggunya (Trotsky, Perihal Perang dan Internasional, Halaman 76-77).

Terdorong oleh gagasan-gagasan ini, kaum sosialis revolusioner memanggul ke muka, perjuangan bagi internasionalisme, dari tahun 1914 s/d 1917. Sejarah memulihkan kembali keharuman nama baik mereka, dalam Revolusi Oktober 1917. Kejayaan inilah yang menghantarkan syarat-syarat bagi penegakkan kembali Internasional Ketiga.

Tentang Penulis:
George Novack (1906-1992) menjadi seorang Marxis di awal 1930-an. Novack bergabung dengan Liga Komunis Amerika / Communist League of America (yang beraliran Trotskys). Liga ini merupakan pendahulu SWP /Socialist Workers Party (Partai Pekerja Sosialis). Ia menjadi anggota komite Nasional SWP dari tahun 1940s/d 1972. Novack juga menghasilkan berbagai tulisan dengan tema tentang filsafat dan sejarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar